Friday, August 15, 2008

Iced Caramel Macchiato, please?


“ Lo mau ga jadi pacar gue?”

Aku tersedak, caramel macchiato yang ada di dalam mulutkurasanya meronta ingin muncrat menyembur wajahnya. Kupaksakan menelannya sedikit demi sedikit diselingi batuk – batuk kecilku, yang, 80% karena gugup dan kaget, sisanya karena memang benar – benar tersedak!

Kupandangi sekilas wajahnya yang amazingly gorgeous itu, tulang wajah yang kentara, mata yang agak sipit, bibir yang merah, kumis tipis yang membiru (yes, dia cowok, kaget?!). Seperti di film – film, kilas pertemuanku dengannya mulai ditayangkan otakku seperti di layer bioskop.

Dulu, aku bertemu dengannya lewat chatting di Yahoo Messenger, klise memang, mengingat ,begitu banyak orang menggunakan fasilitas ini untuk mencari jodoh, or just to have a one night stand? Let just say, I’m in the middle of it. ID nya simple, Cuma Reno_81, so tipikal, nama-underscore-tahun lahir, nggak kreatif pikirku dengan sok kreatifnya. Tapi dia memilih tempat kopi darat kami dengan sangat kreatif, well, kreatif untuk orang yang punya ID seperti itu. Dia mengajakku bertemu di sebuah kafe diatas sebuah mall di kawasan semanggi. Aku yang lupa membawa sweater malam itu cukup kerepotan dengan angin Jakarta yang agak menusuk dan membuatku sedikit flu. Aku datang duluan waktu itu, again, seperti di film – film, dari kejauhan aku melihatnya datang, dengan kemeja garis – garis, celana bahan yang agak ketat, dan rambut pendeknya yang sedikit berkibar tertiup angin. Seperti di film – film romantis, aku rasa ludahku sedikit menetes melihatnya (film romantis yang mana ya yang tokohnya sampai ngiler begini?)

“Hai, Reza ya? Udah lama?” sapanya setelah benar – benar ada di depan wajahku.

“Oh, mm, belum kok, baru 5 menit gue nyampe, Reno kan?” gugupku. 5 menit? Rasanya aku sudah menunggu lebih dari 20 menit. But he’s worth the wait lah J

Malam itu kami mengobrol sampai lupa waktu, rasanya menyenangkan sekali mengobrol dengan orang yang benar – benar pintar seperti dia, rasanya kalau dibandingkan dengan kopi daratku yang lain, yang hanya cukup beberapa sapaan dan langsung menuju tempat tidur, pertemuanku dengan Reno, bagaikan angin segar di padang pasir (agak berlebihan ya?)

Sejak itu kami sering bertemu, di sela sela makan siang, di waktu pulang kantor, rasanya ada yang kurang kalau aku tidak mendengar suaranya di ponselku atau having lunch without him. Am I in love? Aku memang open minded, tapi aku selalu berpikir kalau hubungan antara dua pria itu sama sekali tidak ada life goalnya. Maybe it works for Elton John, or Lance Bass, but it doesn’t feel right for me. At all! Makanya aku juga masih mencari wanita, aku kagum dengan wanita, buatku mereka penuh dengan esensi kehidupan. What can I say? Men are for fun, and women are for life..

Okay, back to Reno, selama 2 bulan, kami selalu bertemu hampir tiap hari, saling menelepon hampir 2 kali sehari. Kebetulan kami sama – sama berkerja sebagai sales, yang membuat kami bisa mencuri – curi kesempatan untuk sekedar makan siang bersama, atau minum kopi di sore hari. Tempat minum kopi favorit kami, di Starbucks ® , tepatnya di Wisma BNI 46 di kawasan Sudirman. Semua berjalan sangat menyenangkan sampai di suatu sore yang cerah ceria itu..

He popped out the question..

Sumpah, aku merasa seperti dilamar, dilamar di Starbucks ® dengan mas kawin segelas Iced Caramel Macchiato dibayar tunai!

“kok lo bengong gitu sih?” tanya Reno, santai sambil menghirup cappucinonya
“ Lo serius dengan apa yang lo omongin barusan? “ tanyaku cemas
“ya serius lah, gue udah ngerasa cocok sama lo, kenapa kita ngga pacaran aja?” tanyanya lagi, kali ini dengan tampang serius.
Aku terhenyak, aku menyukai Reno, tapi bukankah hubungan seperti ini rentan dengan kecemburuan? Rentan dengan pengkhianatan? Kalau nanti kami putus akankah aku masih bisa bertemu dengannya?
“ Ren, emang kita harus pacaran untuk bisa sama – sama? Lo pasti tau lah, Cuma lo yang belakangan ini ngisi hari – hari gue, kalo kita pacaran, trus putus, trus ntar musuhan, dan gue ga akan bisa ketemu lo lagi, gue ga mau kaya gitu ren..” ujarku panjang.
“kamu berpikir terlalu jauh za, belum pacaran kok udah mikir putus sih?” cetus Reno.
“ bukannya gitu ren, lo tau kan kalo gue orangnya parno gini, lagian life goal kita apa nih? Kita sama – sama laki – laki dan Kita udah bukan ABG lagi ren..” sergahku, mulai panik.

Reno tampak berpikir mendengar ucapanku. Akankah dia mengerti?

“ Gue cinta elu za..” ujarnya sambil memandang mataku dalam – dalam.

Jderrrrrr.. he actually say THE word.. kata – kata yang seumur hidup belum pernah aku dengar terlontar untukku. Rasanya pertahanan diriku runtuh seketika, dan air mata buaya ini mulai mengalir. Reno selalu ada ketika aku membutuhkannya, setidaknya selama 3 bulan setelah kami berkenalan. Rasanya aku bisa mencoba mencintainya.

“ … Okay ren..” ucapku terbata – bata, “ Kita coba ya..” aku menyerah kalah pada pandangan mata sendu Reno yang seakan menghiba itu.

“ I’ll be good to you za..” ujarnya sambil tersenyum. Rasanya aku bisa langsung meleleh saat itu juga.
Obrolan kami sore itu terasa lebih menyenangkan setelah drama itu terjadi. Kami lebih membuka diri masing – masing, dan aku merasa telah menemukan seseorang yang aku cari selama ini. Well, sampai tiba – tiba ada seorang wanita cantik dengan sepatu Jimmy Choo menghampiri kami.

“ Mas, ngapain disini?” ujarnya sambil menepuk pundak Reno
“oh,hai, Ra, aku lagi ngopi nih sama temenku, kenalin, Reza” ujar Reno sedikit kaget seraya memperkenalkan aku dengan wanita itu, yang ternyata bernama Lara.
“ aku abis ketemu perancang, ren, buat kebaya pengantin” ujar Lara antusias
“O, Oya?” jawab reno gugup. Gugup? Entah kenapa perasaanku agak kurang enak.
“ Iya.. sekalian cek – cek catering, pagar ayu, pagar bagus, dekorasi dan lain – lain, kamu kan ga mau ngurusin!”

Kamu ga mau N-G-U-R-U-S-I-N? kata – kata itu berulang di benakku, dan aku pun bertanya,

“ Emang calon kamu siapa ra? Kok ga ikut ngurusin ?” tanyaku gemetar. Jangan – jangan….

“ Aduh za, emang Reno ga cerita ya, calonku kan Reno, kita bakal merit bulan depan, makanya aku lagi ribet ngurusin tetek bengeknya, eh, nanti kamu dateng ya, Reno pernah cerita juga tentang kamu deh kayanya” Ujarnya riang.
..dan segelas Iced Caramel Macchiato pun melayang menyirami kepala Reno, mengiringi hentakan langkahku meninggalkan tempat itu.

Rasanya untuk sementara waktu aku tidak akan minum kopi, chatting dan kopi darat, and most of all, no guys at the moment.


Jakarta, July 22, 2008, 22:12

1 comment:

Suksma Ratri said...

I wonder.... is this based on true story? Anyway... it's nice and light... =) keep on writing.